Jumat, 12 Agustus 2011

Artritis reumatoid

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Broom icon.svg
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Artritis reumatoid (bahasa Inggris: Rheumatoid Arthritis, RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan tulang. Pada Gambar 1, ditunjukkan bahwa RA dapat mengakibatkan nyeri, kemerahan, bengkok dan panas di sekitar sendi. Berdasarkan studi, RA lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3 : 1.
Umumnya penyakit ini menyerang pada sendi-sendi bagian jari, pergelangan tangan, bahu, lutut, dan kaki. Pada penderita stadium lanjut akan membuat si penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan kualitas hidupnya menurun. Gejala yang lain yaitu berupa demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan kurang darah. Namun kadang kala si penderita tidak merasakan gejalanya. Diperkirakan kasus Rheumatoid Arthritis diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia.

Daftar isi

*       1 Gejala
*       3 Rujukan

[sunting] Gejala

Penderita RA selalu menunjukkan simtoma ritme sirkadia dari sistem kekebalan neuroindokrin.[1]
RA umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung selama minimal 6 minggu, yaitu :
  1. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit di pagi hari
  2. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
  3. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan
  4. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang sendi pergelangan tangan
Pada tahap yang lebih lanjut, RA dapat dikarakterisasi juga dengan adanya nodul-nodul rheumatoid, konsentrasi rheumatoid factor (RF) yang abnormal dan perubahan radiografi yang meliputi erosi tulang.

[sunting] Penanda RA yang terdahulu

Rheumatoid Factor (RF) merupakan antibodi yang sering digunakan dalam diagnosis RA dan sekitar 75% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Kelemahan RF antara lain karena nilai RF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya, infeksi kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat (terutama individu usia lanjut).
Oleh karena itu, adanya penanda spesifik dan sensitif yang timbul pada awal penyakit sangat dibutuhkan. Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda baru yang berguna dalam diagnosis RA. Walaupun memiliki keterbatasan, RF tetap banyak digunakan sebagai penanda RA dan penggunaan RF bersama-sama anti-CCP antibodi sangat berguna dalam diagnosis RA.

[sunting] ANTI-CCP IgG

Anti-CCP IgG merupakan penanda RA yang baru dan banyak digunakan dalam diagnosis kondisi RA. Beberapa kelebihan Anti-CCP IgG dalam kondisi RA antara lain :
  1. Anti-CCP IgG dapat timbul jauh sebelum gejala klinik RA muncul. Dengan adanya pengertian bahwa pengobatan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah kerusakan sendi, maka penggunaan Anti-CCP IgG untuk diagnosis RA sedini mungkin sangat bermanfaat untuk pengobatan sedini mungkin.
  2. Anti-CCP IgG sangat spesifik untuk kondisi RA. Antibodi ini terdeteksi pada 80% individu RA dan memiliki spesifisitas 98%. Antibodi ini juga bersifat spesifik karena dapat membedakan kondisi RA dari penyakit artritis lainnya.
  3. Anti-CCP IgG dapat menggambarkan risiko kerusakan sendi lebih lanjut. Individu dengan nilai anti-CCP IgG positif umumnya diperkirakan akan mengalami kerusakan radiologis yang lebih buruk bila dibandingkan individu tanpa anti-CCP IgG.





 Obat Baru Artritis Reumatoid


  Artritis reumatoid adalah jenis artritis yang membuat kualitas hidup penderita menurun, bahkan bisa menyebabkan kecacatan. Bagi sebagian besar penderita penyakit ini menahun. Kendati demikian, berkat obat-obatan yang ada, penderita bisa tetap produktif dan menjalani hidup mendekati normal.

Tujuan pengobatan artritis reumatik yang utama adalah tercapainya remisi selama dan sedini mungkin sebelum terjadinya kerusakan struktural sendi. Bila kondisi ini berhasil didapatkan, berbagai gejala penyakit itu tidak dijumpai lagi. Ini juga dapat memperlambat progresivitas penyakit.

Obat-obatan artritis reumatoid yang saat ini tersedia terbagi dalam dua jenis, yakni yang mengurangi rasa sakit dan pembengkakan pada sendi serta obat yang memperlambat proses penyakit. "Obat golongan pertama biasanya hanya mengurangi gejalanya saja. Namun obat ini tidak untuk mengendalikan berkembangnya penyakit," kata dr.Bambang Setiyohadi, Sp.PD, KR, di Jakarta (11/10).

Sementara itu obat yang memperlambat proses penyakit atau golongan DMARD (disease modifying arthritis rheumatoid drug), merupakan obat yang dapat memodifikasi penyakit dan mengurangi gejalanya sekaligus menghambat laju kerusakan sendi. "Secara umum obat ini cukup efektif pada 70 persen pasien," kata Ketua Divisi Reumatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI ini.

Seiring dengan pemahaman penyakit, kini telah diperkenalkan obat biologik terbaru bagi pasien yang tidak bisa teratasi dengan obat-obat konvensional. Peradangan pada sendi yang dialami penderita AR terjadi karena ada beberapa sitokin atau protein. Obat-obatan biologik ini bekerja secara khusus menghambat aktivitas biologis sitokin-sitokin tersebut.

Salah satu sitokin yang telah dikenali adalah IL-6 (interleukin six). Penelitian menunjukkan kadar IL-6 pada pasien dengan artritis reumatoid. Obat terbaru yang mampu menghambat sitokin tersebut adalah Tocilizumab. Beberapa penelitian menunjukkan, terapi tunggal atau kombinasi dengan DMARD lain secara signifikan mengurangi akibat AR.

Tocilizumab produksi Roche ini sekarang sedang menunggu persetujuan di Amerika Serikat, Eropa dan Indonesia. Namun di Jepang obat ini telah diluncurkan sebagai terapi untuk artritis. Menurut Inge S.Kusuma, Head of Pharma, Roche Indonesia, dalam waktu dekat akan dilakukan penelitian efektivitas Tocilizumab pada 40 orang pasien di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar